WOOOOW
BANGET! Itu komentarku ketika pertamakali mendaki gunung Sumbing. WOW
pemandangannya, WOW tracknya, WOW
capeknya, WOW semuanya. Emejing!
Perjalanan ke gunung Sumbing adalah perjalanan pertamakaliku mendaki gunung, artinya aku masih amatiran banget untuk soal ini. Cerita bermula ketika sahabatku Dini bersama teman-teman UNSOEDnya
berencana mengadakan pendakian ke Gunung Sumbing di tahun 2013. Sebagai seorang wanita yang haus akan tantangan
rasanya ajakan ini adalah haram mutlak untuk ditolak. haha. Jadilah seminggu
kemudian aku dan teman-teman kampus Dini mendaki Gunung Sumbing pada
hari Sabtu di awal bulan November ceria mendaki Gunung
tertinggi kedua di Jawa Tengah itu.
Oiya, satu minggu sebelum mendaki gunung sumbing aku baru saja mengikuti acara Social Camp di bukit desa Giri Tirta. waktu satu minggu buatku adalah waktu yang sangat singkat untuk melakukan latihan fisik sebelum mendaki gunung. Padahal menurut informasi yang aku baca latihan fisik itu penting banget karena akan sangat berpengaruh pada kekuatan tubuh kita saat melakukan pendakian nanti. Dan dalam seminggu setelah acara camp di Giri Tirta itu aku hanya sempat duakali lari pagi yang kebanyakan jalan dengan fisik yang sangat jarang olahraga, selebihnya aku hanya mensugesti diri Aku Sanggup!*
Oiya, satu minggu sebelum mendaki gunung sumbing aku baru saja mengikuti acara Social Camp di bukit desa Giri Tirta. waktu satu minggu buatku adalah waktu yang sangat singkat untuk melakukan latihan fisik sebelum mendaki gunung. Padahal menurut informasi yang aku baca latihan fisik itu penting banget karena akan sangat berpengaruh pada kekuatan tubuh kita saat melakukan pendakian nanti. Dan dalam seminggu setelah acara camp di Giri Tirta itu aku hanya sempat duakali lari pagi yang kebanyakan jalan dengan fisik yang sangat jarang olahraga, selebihnya aku hanya mensugesti diri Aku Sanggup!*
Menuju Kota
Wonosobo teman-teman menggunakan bus antarkota jurusan Purwokerto-Wonosobo, karena mereka berangkat dari terminal Purwokerto sedangkan aku di
Banjarnegara jadi aku menunggu datangnya bus mereka dipinggir jalan (biar bisa satu
bus bareng-bareng gitu). Sekitar jam
12 lewat kami tiba di Desa Garung kemudian berjalan kaki menuju Basecamp yang letaknya
sekitar 500 meter dari jalan raya. Disini kami melakukan registrasi untuk
mendata nama-nama anggota kelompok yang akan mendaki dan membayar biaya
3ribu rupiah. Setelah selesai makan, sholat, dan
packing ulang kami bersiap melakukan perjalanan yang
mendebarkan...
Kami
bersepuluh, didepan basecamp sebelum mendaki : Zoel,
Dini, Me, Nurul, Een, Nurul (ada dua), Ari * Iwan, Surya, Alfri dibarisan
belakang.
Langkah demi
langkah diselingi canda tawa serta gurauan, keakraban bersama teman-teman baruku mulai tercipta. Perumahan penduduk dikanan kiri,
Gunung Sumbing menjulang didepan mata, Gunung Sindoro berada dibelakang kami. Indah sekali..
Diujung perbatasan antara perumahan penduduk dengan ladang terdapat persimpangan jalur lama dan jalur baru, kami memilih jalur lama sebagai jalur pemberangkatan kami.
Setelah melewati rumah penduduk terakhir, aspal mulai berganti dengan jalan berupa batu-batuan yang disusun rapi diatas tanah. Tanpa basa-basi jalan langsung menanjak dan terus menanjak, pemandangan kanan kiri berganti ladang ketela dan jagung yang sudah dipanen. Ternyata sebagian besar dari teman-temanku juga baru pertamakali mendaki gunung, kami memilih perjalanan santai dan tidak terburu2 mengejar sunrise. memang selama perjalanan kami banyak berhenti untuk istirahat. Disini ketahanan persediaan air sangat diuji, rasa haus yang luar biasa membuat bekal air minum 1,5L ku langsung berkurang setengah botol dijalur ini saja *hihihi*
-foto-
Perjalanan
terus mendaki, sampai akhirnya memasuki hutan pinus. Disini kami sempat
beristirahat dan menilik handpone yang ternyata masih ada sinyal THREE kemudian aku menelepon salah seorang sahabatku di Jogja, rasanya senang sekali
mengabarinya dimana aku berada saat ini, hahaha..
Hari mulai
gelap, jalanan masih terus menanjak. Jalan batu-batuan sudah berubah menjadi
tanah merah seperti irigasi sawah yang kering. Suara lantunan Adzan Magrib
samar-samar terdengar, kami memilih berhenti sambil memakai jaket karena udara
mulai dingin. Dari balik pepohonan lampu-lampu dikaki gunung Sindoro terlihat sangat
gemerlap sedangkan Gunung Sindoro terlihat hitam menjulang. Tak henti-hentinya
kami mengucap pujian kepada Allah atas pemandangan yang nampak didepan mata kami.
Setelah
beristirahat kami melanjutkan perjalanan kembali, jangan ditanya kami bisa
berjalan santai karena jalanan masih terus menanjak dan menanjak. Beberapa jam
berjalan setelah melewati pos satu kami memutuskan untuk berhenti menunggu
teman yang tertinggal sambil mengisi perut kami yang sudah lapar dan
melaksanakan sholat maghrib dan isya. Kami mengisi perut dengan mie instan dan
nasi kriuk-kriuk yang dimasak oleh ketua kelompok kami (makasih mas Alfri!)
Setelah
sekitar satu jam berhenti kami melanjutkan perjalanan..masih seperti sebelumnya
kondisi jalan masih menanjak. Jalan tanah liat yang berbelok2 seperti memberi harapan bahwa didepan sana akan ada jalan yang datar agar tenaga dan langkah kaki kami bisa berjalan sedikit lebih santai. Namun harapan hanya harapan, memang aku pernah baca satu2nya tempat yang lumayan landai dikaki gunung Sumbing adalah dipasar setan, tapi aku nggak mengira kalau track Sumbing akan seterjal ini. Dalam hati selalu bertanya2, kapankah jalan curam berliku ini akan segera berakhir? *halah*. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk bermalam
karena sudah sangat lelah dan waktu menunjukan pukul sembilan lewat. Pertimbangan
kami saat itu karena selama kami berjalan tidak ada tempat yang landai untuk
berkemah dikhawatirkan didepan sana tidak ada tempat yang landai juga sedangkan
kondisi kami sudah sangat lelah untuk berjalan, kami juga menghindari bermalam
di pestan atau pasar setan karena sering terjadi badai dan tak ada pepohonan
untuk melindungi tenda. Jadi ketika kebetulan kami menemukan tempat yang landai
untuk mendirikan tenda kami memutuskan untuk bermalam disitu, meski tempatnya
sangat mepet untuk dua buah tenda dan berada ditepi jurang.
Kami segera mendirikan tenda dengan posisi yang sangat berdempetan, posisi tenda kami hanya berjarak satu meter dari tepi jurang. untungnya ditepi2 tersebut ada pohon dan semak-semaknya. hehe.
Kami segera mendirikan tenda dengan posisi yang sangat berdempetan, posisi tenda kami hanya berjarak satu meter dari tepi jurang. untungnya ditepi2 tersebut ada pohon dan semak-semaknya. hehe.
Udara mulai terasa dingin, aku segera memakai jaket yang lebih tebal karena badan kurus memang lebih gampang terserang hawa dingin :-( . Setelah
menghangatkan diri didepan bara api dan minum kopi jahe satu persatu dari kami mulai masuk tenda
untuk tidur. Aku sendiri masuk tenda paling awal karena sudah nggak tahan
dengan kakiku yang sangat pegaaaaaL. Tapi ternyata tenda cowok nggak muat buat
dimasuki lima orang, jadilah salah satu dari mereka tidur diluar diantara himpitan tenda (kasian banget kalo inget :I)
Beberapa jam
tidur sekitar jam 2 pagi kami bangun untuk melanjutkan perjalanan. Ketika bangun
yang aku rasakan dikakiku adalah rasa pegal yang luaar biasa! Sampai rasanya
pengen nangis karena pegel yang begitu membandel (mungkin disini pengaruh
perlunya latihan fisik L). Aku cuma bisa duduk diam menikmati setiap
pegal yang mendera dari ujung kaki sampai pahaku sementara teman-teman
membereskan tempat kemah kami.
Kami melanjutkan perjalanan kembali, udara dingin mulai terasa hangat karena kalori kami mulai terbakar lagi. meski udara dingin dipagi buta rasa haus tetap menyelimuti kami. Tak lama kemudian kami melewati pos 3, ternyata disini ada tempat yang cukup landai untuk mendirikan tenda.
Setelah melewati pos 3 kami terus berjalan, sekitar jam setengah lima pagi kami mulai memasuki kawasan pasar setan yang terkenal angkernya. Oiya selama perjalanan dari kemah sampai pasar setan kami seperti mendengar suara gendingan, padahal itu sudah berada ditempat yang ketinggiannya lumayan tp suara itu terdengar sangat jelas. Disini jalan berubah menjadi landai, hamparan rumput terhampar luas dibawah naungan langit hitam berbintang - bintang seperti sebuah kubah yang sangat besar. Perjalanan kami memang bisa dibilang sangat pelan, karena jam lima pagi kami masih berada dipasar setan yang posisinya nggak menghadap kearah matahari terbit. artinya kami belum beruntung melihat sunrise. *hiks*
Karena sudah tidak mungkin mengejar sunrise, kami memutuskan istirahat untuk sarapan pagi dan sholat subuh. Adalah sebuah keagungan Tuhan yang luar biasa ketika menjalankan sholat subuh diatas ketinggian gunung dihamparan rumput dan pemandangan gunung Sindoro yang terpapar jelas dihadapan mata. Allah Maha Besar..
foto*
bersambung..
Kami melanjutkan perjalanan kembali, udara dingin mulai terasa hangat karena kalori kami mulai terbakar lagi. meski udara dingin dipagi buta rasa haus tetap menyelimuti kami. Tak lama kemudian kami melewati pos 3, ternyata disini ada tempat yang cukup landai untuk mendirikan tenda.
Setelah melewati pos 3 kami terus berjalan, sekitar jam setengah lima pagi kami mulai memasuki kawasan pasar setan yang terkenal angkernya. Oiya selama perjalanan dari kemah sampai pasar setan kami seperti mendengar suara gendingan, padahal itu sudah berada ditempat yang ketinggiannya lumayan tp suara itu terdengar sangat jelas. Disini jalan berubah menjadi landai, hamparan rumput terhampar luas dibawah naungan langit hitam berbintang - bintang seperti sebuah kubah yang sangat besar. Perjalanan kami memang bisa dibilang sangat pelan, karena jam lima pagi kami masih berada dipasar setan yang posisinya nggak menghadap kearah matahari terbit. artinya kami belum beruntung melihat sunrise. *hiks*
Karena sudah tidak mungkin mengejar sunrise, kami memutuskan istirahat untuk sarapan pagi dan sholat subuh. Adalah sebuah keagungan Tuhan yang luar biasa ketika menjalankan sholat subuh diatas ketinggian gunung dihamparan rumput dan pemandangan gunung Sindoro yang terpapar jelas dihadapan mata. Allah Maha Besar..
foto*
bersambung..

